Artikel Terkini

Perkawinan Sebagai Pendorong Atau Penghalang Dalam Kehidupan Keagamaan

Thursday, April 25, 2013

Perkawinan memainkan peranan yang besar dalam kehidupan manusia, sehingga ia perlu diperhitungkan dalam membahas soal kehidupan keagamaan dan dibicarakan dalam dua aspeknya, iaitu keuntungan dan kerugiannya.

Mengetahui bahawa Allah, sebagaimana kata al-Qur’an, “Hanya menciptakan manusia dan jin untuk beribadah,” maka keuntungan yang pertama dan nyata dalam perkawinan adalah bahwa para penyembah Allah menjadi semakin banyak jumlahnya. Oleh kerana itu, para ahli ilmu kalam telah menyusun seuntai pepatah: lebih baik menyibukkan diri dalam tugas-tugas perkawinan daripada dalam ibadah-ibadah sunnah. Keuntungan lain daripada perkawinan adalah sebagaimana disabdakan oleh Nabi: “Doa anak-anak bermanfaat bagi orang tuanya jika orang tuanya itu telah meninggal, dan anak-anak yang meninggal sebelum orang tuanya akan memintakan ampun bagi mereka di Hari Pengadilan.”

Sabda Nabi pula: “Ketika seorang anak diperintahkan untuk masuk surga, dia menangis dan berkata, “Saya tak akan memasukinya tanpa ayah dan ibu saya.” Juga, suatu hari Nabi dengan keras menarik lengan baki seseorang ke arah dirinya sambil bersabda, “Demikianlah anak-anak akan menarik orang tuanya ke surga.” Beliau menambahkan, “Anak-anak berkumpul berdesak-desakan di pintu gerbang surga dan menjerit memanggil ayah dan ibunya, hingga keduanya yang masih berada di luar diperintahkan untuk masuk dan bergabung dengan anak-anak mereka.”

Diriwayatkan dari seorang Wali yang termasyhur bahwa suatu kali ia bermimpi bahwa Hari Pengadilan telah tiba. Matahari telah mendekat ke bumi dan orang-orang mati karena kehausan. Sekelompok anak-anak berjalan kian kemari memberi mereka air dari cawan-cawan emas dan perak. Tetapi ketika sang Wali meminta air, ia ditolak, dan salah seorang anak itu berkata kepadanya, “Tidak salah seorang pun di antara kami ini anak-anak anda.” Segera setelah sang Wali bangun ia bercadang untuk kawin.

Keuntungan lain dari perkawinan adalah bahawa duduk bersama dan bersikap baik terhadap isteri adalah suatu perbuatan yang memberikan rasa santai kepada pikiran setelah asyik mengerjakan tugas-tugas keagamaan. Dan setelah santai seperti itu seseorang boleh kembali beribadah dengan semangat baru. Demikianlah Nabi saw. sendiri, ketika merasakan beban turunnya wahyu menekan terlalu berat atasnya, ia menyentuh isterinya Aisyah dan berkata: “Berbicaralah padaku wahai ‘Aisyah, berbicaralah padaku!” Dilakukannya hal ini kerana dari sentuhan kemanusiaan yang hangat itu bisa mendapatkan kekuatan untuk menerima wahyu-wahyu baru. Untuk alasan yang sama ia biasa meminta Bilal untuk mengumandangkan azan dan kadang-kadang ia juga membaui wangian yang harum. Salah satu haditsnya yang terkenal adalah: “Saya mencintai tiga hal di dunia ini: wewangian, wanita dan penyegaran kembali dengan solat.” Suatu kali Umar bertanya kepada Nabi tentang hal-hal yang paling penting untuk dicari di dunia ini. Beliau saw. menjawab: “Lidah yang selalu berzikir kepada Allah, hati yang penuh rasa syukur dan isteri yang amanat.”

Keuntungan lain dari perkawinan adalah adanya seseorang yang memelihara rumah, memasak makanan, mencuci piring, menyapu lantai dan sebagainya. Jika seorang laki-laki sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan itu, maka ia tak bisa mencari ilmu, menjalankan perdagangannya atau melakukan ibadah-ibadahnya dengan sepatutnya. Untuk alasan ini Abu Sulaiman berkata: “Isteri yang baik bukan saja rahmat di dunia ini, tetapi juga di akhirat, kerana ia memberikan waktu senggang kepada suaminya untuk berpikir tentang akhirat.” Dan salah satu di antara ucapan Khalifah Umar adalah: “Setelah iman, tidak ada rahmat yang bisa menyamai isteri yang baik.”

Tambahan lagi, perkawinan masih memiliki keuntungan yang lain, yaitu bersikap sabar dengan sikap kewanitaan – memberikan kemahuan isteri dan menjaga mereka agar tetap berada di jalan hukum – adalah suatu bahagian yang amat penting dari agama. Nabi saw. bersabda; “Memberi nafkah kepada isteri lebih penting daripada memberi sedekah.”

Suatu kali, ketika Ibnu Mubarak sedang berpidato di hadapan orang-orang kafir, salah seorang sahabatnya bertanya kepadanya: “Adakah pekerjaan lain yang lebih memberikan ganjaran daripada jihad?” “Ya,” jawabnya, “Iaitu memberi makan dan pakaian kepada isteri dan anak dengan sepatutnya.” Waliyullah yang termasyhur Bisyr Hafi berkata: “Lebih baik bagi seseorang untuk bekerja bagi isteri dan anak daripada bagi dirinya sendiri.” Di dalam hadits diriwayatkan bahawa beberapa dosa hanya dapat ditebus dengan menanggung beban keluarga.

Berkenaan dengan seorang wali, diriwayatkan bahwa isterinya meninggal dan ia tak bermaksud kahwin lagi meskipun orang-orang mendesaknya seraya berkata bahawa dengan begitu akan lebih mudah baginya untuk memusatkan diri dan pikirannya di dalam uzlah. Pada suatu malam ia melihat dalam mimpinya pintu surga terbuka dan sejumlah malaikat turun, lalu mendekatinya dan salah satu di antara mereka bertanya: “Inikah orang yang celaka yang egois itu?” dan rekan-rekannya menjawab: “Ya, inilah dia.” Wali itu sedemikian terperanjatnya sehingga tidak sempat bertanya tentang siapakah yang mereka maksud. Tetapi tiba-tiba seorang anak laki-laki datang dan ia pun bertanya kepadanya. “Andalah yang sedang mereka bicarakan,” jawab si anak, “baru minggu yang lalu perbuatan-perbuatan baik anda dicatat di syurga bersama dengan wali-wali yang lain, tetapi sekarang mereka telah menghapuskan nama anda dari buku catatan itu.” Setelah terjaga dengan pikiran penuh tanda tanya, dia pun segera membuat rencana untuk kahwin. Dari semua hal di atas, nampak bahawa perkawinan memang diinginkan.

Sekarang akan kita bicarakan kerugian-kerugian perkawinan. Salah satu di antaranya adalah adanya suatu bahaya, khususnya di masa sekarang ini, bahawa seorang lelaki mesti mencari nafkah dengan sarana-sarana yang haram untuk menghidupi keluarganya, padahal tidak ada perbuatan-perbuatan baik yang bisa menebus dosa ini. Nabi saw. bersabda bahawa pada Hari Kebangkitan akan ada lelaki yang membawa tumpukan perbuatan baik setinggi gunung dan menempatkannya di dekat Mizan. Kemudian ia ditanya; “Dengan cara bagaimana engkau menghidupi keluargamu?” Ia tak dapat memberikan jawapan yang memuaskan, maka semua perbuatan baiknya pun akan dihapuskan dan suatu pernyataan akan dikeluarkan berkenaan dengannya: “Inilah orang yang keluarganya telah menelan semua perbuatan baiknya!”

Kerugian lain dari perkahwinan adalah bahawa memperlakukan keluarga dengan baik dan sabar dan menyelesaikan masalah-masalah mereka hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tabiat baik. Ada bahaya besar jika seorang lelaki memperlakukan keluarganya dengan kasar atau mengabaikan mereka, sehingga menimbulkan dosa bagi dirinya sendiri. Nabi saw. bersabda: “Seseorang yang meninggalkan isteri dan anak-anaknya adalah seperti budak yang lari. Sebelum ia kembali kepada mereka, puasa dan solatnya tidak akan diterima oleh Allah.” Ringkasnya, manusia memiliki sifat-sifat rendah, dan sebelum ia bisa mengendalikan sifatnya itu, lebih baik ia tidak memikul tanggungjawab untuk mengendalikan orang lain. Seseorang bertanya kepada Wali Bisyr Hafi, kenapa ia tidak kahwin. “Saya takut,” ia menjawab, “akan ayat al-Qur’an: ‘hak-hak wanita atas lelaki adalah sama dengan hak-hak lelaki keatas wanita’.”

Kerugian ketiga dari perkawinan adalah bahawa mengurus sebuah keluarga seringkali menghalangi seseorang dari memusatkan perhatiannya kepada Allah dan akhirat. Dan boleh jadi, kecuali kalau ia berhati-hati, hal itu akan menyeretnya kepada kehancuran, kerana Allah telah berfirman: “Janganlah isteri-isteri dan anak-anakmu memalingkanmu dari mengingat Allah.” Orang yang berfikir, bahawa dengan tidak kahwin ia dapat memusatkan perhatiannya lebih baik pada kewajipan-kewajipan keagamaannya, lebih baik ia tetap sendirian; dan orang-orang yang takut untuk terjatuh ke dalam dosa jika ia tidak berkahwin, lebih baik ia berkahwin.

Sekarang kita sampai pada sifat-sifat yang mesti dicari dalam diri seorang isteri. Pertama, yang paling penting di antaranya, adalah kesucian akhlak. Jika seseorang mempunyai isteri yang berakhlak tidak-baik dan ia tetap diam, ia mendapatkan nama hodoh dan terhambat kehidupan keagamaannya. Jika ia angkat bicara, hidupnya menjadi rosak. Dan bila ia ceraikan isterinya, ia akan menderita kepedihan perpisahan. Seorang isteri yang cantik tapi berakhlak buruk adalah bencana yang sedemikian besar, sehingga lebih baik bagi suaminya untuk menceraikannya. Nabi saw. bersabda; “Orang yang mencari isteri demi kecantikannya atau kekayaannya akan kehilangan keduanya.”

Sifat baik kedua dalam diri seorang isteri adalah tabiat yang baik. Isteri yang bertabiat buruk – tidak berterima kasih, suka mengungkit-ungkit atau angkuh – membuat hidup tak tertanggungkan dan merupakan halangan besar untuk menjalin kehidupan takwa.

Sifat ketiga yang harus dicari adalah kecantikan, kerana hal ini akan menimbulkan cinta dan kasih sayang. Oleh kerana itu, seseorang mesti melihat seorang wanita sebelum mengahwininya. Nabi saw. bersabda; “Wanita-wanita dari suku ini dan itu memiliki cacat di mata-mata mereka. Seorang yang ingin mengahwini seseorang di antara mereka mesti melihatnya dulu.” Orang bijak berkata bahawa seseorang yang mengahwini seorang wanita tanpa melihatnya lebih dulu, pasti akan menyesal kelak. Memang benar bahawa seseorang tidak seharusnya kahwin demi kecantikan, tetapi hal ini tidak bererti bahawa kecantikan mesti dianggap tidak penting sama sekali.

Hal penting keempat tentang seorang isteri adalah bahawa besarnya mahar dibayarkan oleh seorang lelaki kepada isterinya mesti dalam jumlah pertengahan. Nabi saw. bersabda: “Wanita yang paling baik untuk diperisterikan adalah yang maharnya kecil dan nilai kecantikannya besar.” Beliau sendiri memberi mahar kepada beberapa calon isterinya sekitar sepuluh dirham, dan mahar puteri-puteri beliau sendiri tidak lebih daripada empat ratus dirham.

Sifat-sifat lain yang harus dimiliki seorang isteri yang baik adalah: berasal dari keturunan baik-baik, belum kahwin sebelumnya dan tidak terlalu dekat dalam hubungan kekeluargaan dengan suaminya.

Hal-hal yang Harus Dikerjakan dalam Perkawinan :

Pertama; karena perkahwinan adalah suatu lembaga keagamaan, maka ia mesti diperlakukan secara keagamaan. Jika tidak demikian, pertemuan antara lelaki dan wanita itu tidak lebih baik daripada pertemuan antara haiwan. Syariat memerintahkan agar diselenggarakan perjamuan dalam setiap perkawinan. Ketika Abdurrahman bin ‘Auf merayakan perkahwinannya Nabi saw. berkata kepadanya: “Buatlah suatu majlis perkawinan, meskipun hanya dengan seekor kambing.” Ketika Nabi saw. sendiri merayakan perkawinannya dengan Shafiyyah, beliau membuat majlis perkawinan dan menghidangkan kurma dan gandum saja. Demikian pula, perkahwinan sebaiknya dimeriahkan dengan memukul rebana dan memainkan musik, kerana manusia adalah mahkota penciptaan. Cuma,sebaiknya musik tersebut berbentuk musik keagamaan, bukan musik yang menyebabkan  kelalaian dan berlebih-lebihan.

Kedua; seorang suami istrei mesti terus bersikap baik terhadap isterinya. Hal ini tidak bererti bahawa ia tidak boleh menyakitinya, melainkan sebaiknya menanggung dengan sabar semua perasaan tidak enak yang diakibatkan oleh isterinya, baik itu kerana ketidak-masukakalan sikap isterinya atau sikap tidak-berterimakasihnya. Wanita diciptakan lemah dan memerlukan perlindungan; kerenanya ia mesti diperlakukan dengan sabar dan terus dilindungi. Nabi saw. bersabda: “Seseorang yang mampu menanggung ketidakenakan yang ditimbulkan oleh isterinya dengan penuh kesabaran akan memperoleh pahala sebesar yang diterima oleh Ayub a.s. atas kesabarannya menanggung bala (ujian) yang menimpanya.” Pada saat-saat sebelum wafatnya, orang mendengar pula Nabi saw. bersabda: “Teruslah berdoa dan perlakukan isteri-isterimu dengan baik, kerana mereka adalah tawanan-tawananmu.” Beliau sendiri selalu menanggung dengan sabar tingkah laku isteri-isterinya. Suatu hari isteri Umar marah kepadanya, ia berkata kepadanya: “Hai kau yang berlidah tajam, berani kau menjawabku?” Isterinya menjawab, “Ya, penghulu para nabi lebih baik daripadamu, sedangkan isteri-isterinya saja mendebatnya.” Ia menjawab: “Celakalah Hafshah (Purti Sayidina Umar, isteri Nabi saw.) jika ia tidak merendahkan dirinya sendiri.” Dan ketika ia berjumpa Hafshah, ia berkata, “Awas, kau jangan mendebat Rasul.” Nabi saw. juga berkata: “Yang terbaik di antaramu adalah yang terbaik sikapnya kepada keluarganya sendiri, dan akulah yang terbaik sikapnya terhadap keluargaku.”

Ketiga; seorang suami isteri mesti berkenan terhadap rekreasi-rekreasi dan kesenangan-kesenangan isterinya dan tidak mencuba menghalanginya. Nabi saw. sendiri pada suatu waktu pernah berlumba lari dengan istrinya, ‘Aisyah. Pada kali pertama Nabi saw. mengalahkan ‘Aisyah dan pada kali kedua, ‘Aisyah mengalahkannya. Di waktu lain, beliau menggendong ‘Aisyah agar ia dapat melihat beberapa orang Habsy menari. Pada kenyataannya akan sulitlah untuk menemukan seseorang yang bersikap sedemikian baik terhadap isteri-isterinya seperti yang dilakukan Nabi saw. Orang-orang bijak berkata: “Seorang suami mesti pulang dengan tersenyum dan makan apa saja yang tersedia dan tidak meminta apa-apa yang tidak tersedia.” Meskipun demikian, ia tidak boleh berlebihan agar isterinya tidak kehilangan penghargaan atasnya. Jika ia melihat sesuatu yang nyata-nyata salah dilakukan oleh isterinya, ia tidak boleh mengabaikannya, melainkan harus menegurnya. Atau jika tidak, ia akan menjadi sekadar bahan tertawaan saja. Dalam al-Qur’an tertulis: “Lelaki adalah pemimpin bagi wanita,” dan Nabi saw. berkata: “Celakalah lelaki yang menjadi budak isterinya.” Seharusnya isterinyalah yang menjadi pelayannya. Orang-orang bijak berkata; “Mengalahlah dengan wanita dan berbuatlah yang bertentangan dengan apa yang mereka nasihatkan.” Memang ada suatu sikap suka melawan dalam diri wanita; dan jika mereka diizinkan meskipun sedikit, mereka akan sama sekali lepas dari kendali dan sulitlah untuk mengembalikannya kepada sikap yang baik. Dalam urusan dengan mereka, seseorang mesti berusaha menggunakan gabungan antara ketegasan dan rasa kasih sayang dengan kasih sayang sebagai bahagian yang lebih besar. Nabi saw. berkata: “Wanita diciptakan seperti sepotong tulang iga yang bengkok. Jika kau cuba meluruskannya, kau akan mematahkannya; jika kau biarkan demikian, ia akan tetap bengkok. Karena itu perlakukanlah ia dengan penuh kasih sayang.”

Keempat; dalam hal pelanggaran susila, seorang suami harus sangat berhati-hati agar tidak membiarkan isterinya dipandang atau memandang seorang asing, kerana awal dari seluruh kerosakan itu adalah dari mata. Seboleh-bolehnya jangan izinkan ia untuk keluar rumah, berdiri di loteng rumah atau berdiri di pintu. Meskipun demikian, anda mesti hati-hati agar tidak cemburu tanpa alasan dan bersikap terlalu ketat. Suatu hari Nabi saw. bertanya kepada anaknya, Fathimah: “Apakah yang terbaik bagi wanita?” Ia menjawab: “Mereka tidak boleh menemui orang-orang asing, tidak pula orang-orang asing boleh menemui mereka.” Nabi saw. senang mendengar jawapan ini dan memeluknya seraya berkata; “Sesungguhnya engkau adalah sebagian dari hatiku.” Amirul Mu’minin Umar berkata: “Jangan memberi wanita pakaian-pakaian yang baik, kerana segera setelah mereka mengenakannya mereka berkeinginan untuk keluar rumah.” Pada masa hidup Nabi, wanita-wanita diizinkan pergi ke masjid dan tinggal di barisan paling belakang. Tapi secara bertahap hal ini dilarang.

Kelima; seorang suami mesti memberi nafkah secukupnya kepada isterinya dan tidak bersifat kedekut kepadanya. Memberi nafkah yang selayaknya kepada isteri lebih baik daripada memberi sedekah. Nabi saw. bersabda: “Misalkan seorang laki-laki menghabiskan satu dinar untuk berjihad, satu dinar lagi untuk menebus seorang budak, satu dinar lagi untuk sedekah dan memberikan satu dinar juga kepada isterinya, maka pahala pemberian yang terakhir ini melebihi jumlah pahala ketiga pemberian lainnya.”

Keenam; seorang suami tidak boleh makan sesuatu yang lazat bersendirian; atau walaupun ia telah memakannya, ia mesti diam dan tidak memujinya di depan isterinya. Jika tidak ada tamu, lebih baik bagi pasangan suami isteri untuk makan bersama, kerana Nabi saw. bersabda: “Jika mereka melakukan hal itu, Allah menurunkan rahmatNya atas mereka dan para malaikat pun berdoa untuk mereka.” Hal yang paling penting adalah bahawa nafkah yang diberikan kepada isteri itu harus didapatkan dengan cara-cara halal.

Jika isteri bersikap memberontak dan tidak taat, pertama sekali suami mesti menasihatinya dengan lemah lembut. Jika hal ini tidak cukup keduanya mesti tidur di bilik terpisah untuk tiga malam. Jika hal ini juga tidak berhasil, maka suami boleh memukulnya, tetapi tidak di mulutnya, tidak pula terlalu keras hingga melukainya. Jika isteri lalai dalam tugas-tugas keagamaannya, suami mesti menunjukkan sikap tidak senang kepadanya selama sebulan penuh, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi kepada isteri-isterinya.

Selalulah bertindak hati-hati agar perceraian bisa dihindari; kerana, meskipun perceraian diizinkan, Allah tidak menyukainya. Perkataan cerai saja sudah mengakibatkan penderitaan bagi seseorang wanita, dan bagaimana dapat dibenarkan seseorang menyakiti orang lain? Jika perceraian terpaksa sekali dilakukan, maka ucapan itu tidak boleh diulangi tiga kali sekaligus, tetapi harus pada tiga waktu yang berlainan. Seorang perempuan mesti dicerai baik-baik, tidak dengan kemarahan ataupun penghinaan, tidak pula tanpa alasan. Setelah perceraian, seorang lelaki mesti tidak menceritakan kepada orang lain alasan-alasan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan isterinya sehingga mereka bercerai. Dari seorang suami yang hendak menceraikan isterinya, diriwayatkan bahawa orang-orang bertanya kepadanya: “Mengapa engkau menceraikannya?” Ia menjawab: “Saya tak akan membongkar rahsia-rahsia isteri saya.” Ketika akhirnya ia benar-benar menceraikannya, ia ditanya lagi dan berkata; “Dia sekarang orang asing bagiku; saya tidak lagi berurusan dengan soal-soal peribadinya.” Moga tidak terjadinya penceraian antara suami dan isteri.

Sejauh ini telah kita membahas hak-hak isteri atas suaminya, tetapi hak-hak suami atas istrinya lebih mengikat lagi. Nabi saw. bersabda: “Jika saja dibolehkan untuk menyembah sesuatu selain Allah, akan aku perintahkan agar para isteri menyembah suami-suami mereka.”

Seorang isteri tidak boleh menggembar-gemborkan kecantikannya di depan suaminya, tidak boleh membalas kebaikan si suami dengan perasaan tidak terima kasih. Isteri tidak boleh berkata kepada suaminya: “Kenapa kau perlakukan aku begini dan begitu?” Nabi saw. bersabda: “Aku melihat ke dalam neraka dan melihat banyak wanita di sana. Kutanyakan sebab-sebabnya dan mendapat jawapan, kerana mereka berlaku tidak baik kepada suami-suami mereka dan tidak berterima kasih kepadanya.”

Terjemahan Kimia Saadah karangan al Imam Ghazali oleh Tok Pake

Nasihat Al Imam Al Akbar Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi RA

Wednesday, December 19, 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBANTU PEMBERSIHAN JIWA SEORANG MURID

Al Imam Al Akbar Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi RA menyenaraikan di dalam kitabnya, al Salsabil al Ma’in fi al Taraiq al Arba’in factor-faktor yang membantu murid membersihkan jiwa. Di antaranya ialah : 

1.       Memakan makanan yang halal dan menjauhkan memakan makanan yang haram.

2.       Mendengar hadith-hadith berbentuk al Targhib (galakan membuat kebaikan) dan al Tarhib (ancaman melakukan keburukan).

3.     Mempelajari Sirah Nabi SAW, ahwal, kehidupan dan syamail Nabi SAW zahirdan batin sehingga murid benar-benar dapat mengenali Rasulullah SAW dan gambaran Baginda SAW benar-benar terpahat di dalam hati. Ini akan menjadikan murid mengasihi Rasulullah SAW melebihi kasihnya terhadap makhluk yang lain yang dengannya akan menyempurnakan keimanannya. Rasulullah SAW bersabda : 

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

"Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya".

Untuk tujuan tersebut, para masyaikh Tariqat Sanusiah telah menetapkan beberapa buah kitab untuk dijadikan bacaan. Di antaranya ialah Syamail al Nabi SAW karya Imam al Tirmizi, al Syifa bi Ta’rif Huquq al Mustafa SAW karangan Syeikh Qadhi ‘Iyadh dan Kifayah al Murid wa Hilyah al ‘Abid karya al Allamah al Kharubi.

4.     Membaca hikayat para masyaikh berkaitan mujahadah dan ketinggian mu’amalah dan hubungan mereka dengan Allah. Ia merupakan tentera dari tentera-tentera Allah sebagaimana yang ditunjukkan oleh firman Allah SWT di dalam surah al Hud; ayat 120 mafhumnya: 
“Dan tiap-tiap berita dari berita Rasul-rasul itu, Kami ceritakan kepadamu (Wahai Muhammad), untuk menguatkan hatimu dengannya.”

5.      Bersegera melakukan amalan-amalan kebaikan seperti memperbanyakkan selawat dan salam ke atas Rasulillah SAW.

Al Imam al Akbar Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi RA berkata : 

وليشتغل المريد بالأعمال المسرعة به إلى حضرة الفلاح والفوز بالكمال كالصلاة على النبي صلى اللع عليه وسلم، فقد قالبعضهم إنها لا يدخلها الرياء، وبعضهم أنها مقبولة مطلقا، وهي على هذا من الغنائم الباردة لسالكي طريق المجاهدة في الله.

“Hendaklah murid menyibukkan dirinya dengan amalan-amalan yang boleh mempercepatkan kepada terhasilnya kejayaan yang sempurna seperti berselawat ke atas Nabi SAW. Berkata sebahagian ulama’ : Sesungguhnya ia tidak dimasuki oleh sifat riya’. Sebahagian ulama’ pula berkata : Ia diterima secara mutlak. Oleh kerana itulah, ia merupakan keuntungan yang diperolehi dengan mudah bagi  orang yang menjalani jalan mujahadah fillah.”

6.     Meninggalkan bergaul dangan manusia secara berlebih-lebihan.

7.     Meninggalkan berbicara dengan manusia secara berlebih-lebihan.

8.     Meninggalkan tidur secara berlebih-lebihan.

9.     Meninggalkan makan secara berlebih-lebihan.

 sumber : Pengenalan Tariqat Al Muhammadiah Al Sanusiah Al Idrisiah karangan Dato Sheikh Muhammad Fuad bin Kamaluddin al Rembawi.

Khatam Nubuwwah dan Na'lu Mustafa SAW

Monday, July 9, 2012

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum w.b.t

Khatam Nubuwwah dan Na'lu Mustafa SAW

Apakah Khatamun Nubuwwah?


Menurut mafhum hadis yang dipindahkan daripada Imam At-Tarmizi r.a katanya:

“Sesiapa melihat KHATAMUN NUBUWWAH dalam keadaan berwuduk;

1. Pada waktu Subuh nescaya dipelihara oleh Allah akan dia hingga ke petang.
2. Pada waktu Maghrib terpeliharalah dia hingga ke pagi.
3. Ketika berjalan atau bermusafir maka jadilah sepanjang perjalanannya berkat dan selamat.
4. Sesiapa yang mati dalam tahun tersebut, maka dimatikan dalam iman.

" Harus kita jelas, apa yang dimaksudkan dengan melihat? Adakah cukup sekadar dengan mencetak dan menampalnya ke dinding? Atau di jadikan ‘screen saver/wallpaper’ PC? Yang dimaksudkan melihat, ialah melihat ke dalam diri semasa mengamalkannya.

Bagaimana?

Tanda Khatamun Nubuwwah pada diri Nabi Muhammad S.A.W menunjukkan Nabi S.A.W adalah penamat/penutup segala Nabi dan Rasul.Tanda ini berada pada belikat Rasullullah S.A.W.

Para ulama berbeza pendapat mengenai bentuknya, yang paling masyhur tanda itu seperti telur burung merpati, iaitu berbentuk gumpalan daging yang menonjol disebelah kiri di bahagian atas, memancarkan cahaya, tampak berwibawa dan berbau wangi.



Antaranya sesiapa yang menjadikan tanda Nubuwwah Nabi S.A.W ini sebagai perhiasan di rumah, maka ahli rumah tersebut akan terpelihara ALLAH daripada penyakit taun dan wabak, terhindar dari kebakaran dan kecurian sepertimana sabda Nabi S.A.W yang diriwayatkan oleh Saidina Ali R.A di dalam Kitab Mahamatnainiah, yang bermaksud:

"Sesiapa yang menjadikan lukisan KHATAMUN-NUBUWWAH aku perhiasan, dipelihara oleh Allah baginya daripada penyakit taun dan wabak dan tidak mati melainkan mati dalam iman dan dimasukkan ke dalam syurga tanpa hisab."

Dan di dalam hadis yang lain yang diriwayatkan daripada Anas R.A Nabi Muhammad S.A.W bersabda yang bermaksud:"

Bermula rumah yang ada lukisan KHATAMUN-NUBUWWAH AKU di dalamnya, maka dipelihara oleh ALLAH baginya daripada kebakaran dan kecurian, dan daripada tiap-tiap musuh, dan tidak dimatikan melainkan tempatnya di Syurga dan diluaskan oleh ALLAH kuburnya dan diterangi olehnya dengan cahaya."



Apa pula Na'lu Mustafa SAW :

Sheikhul Maulana Zakaria  telah menterjermahkan perkataan 'ni'al' / 'na'lu' pada setiap hadis sebagai capal[sandal] karana bentuk bercabang dua yang diterangkan di dalam Mawawib jelas menggambarkanannya sebagai capal bukannya sepatu. Mungkinkah juga di uttar paradesh dan lain-lain negeri di india capal dipanggil juga sepatu, maka Syeikh menterjermahkannya sebagai sepatu.


Bentuk capal
Qaradah r.a meriwayatkan bahwa beliau bertanya :”Bagaimana keadaan capal Rasulullah s.a.w?” beliau menerangkan :”Bagi setiap capal terdapat dua jaluran tali kulit.”

Hadis yang serupa diriwatkan oleh Abu Hurairahr.a:” Di tanah Arap keadaan capalnya berbeza dengan bentuk capal yang digunakan hari ini. Bentuk capal itu ialah dua jalur tali kulit dilekatkan ke tapak kulitnya seperti selipar sekarang. Ini adalah kerana pada zaman tersebut tidak ada sepatu seperti yang kita pakai hari ini.”




Ibn Abbad r.a meriwatkan bahwa:” terdapat dua jalur tali kulit pada capal Rasulullah s.a.w.”
Nama salah seorang periwayat hadis ini ialah Haza[bermaksud tukang sepatu]. Sebenarnya beliau bukanlah tukang sepatu tetapi oleh kerana selalu berdampingan dengan tukang sepatu maka beliau digelar tukang sepatu kerana seorang itu tidak boleh terlepas daripada pengaruh benda-benda yang di dampinginya.

Larangan memakai sebelah capal
Abu Hurairah r.a meriwatkan bahwa Rasulullah s.a.w bersapda: “ Janganlah seorang itu berjalan dengan memakai sebelah capal; pakailah kedua-dua ataupun tanggallah kedua-duanya.” Daripada hadis ini jelaslah diketahui bahwa Rasulullah s.a.w tidak memakai sebelah capal ketika berjalan.



Ada beberapa kewajaran yang mana Rasulullah s.a.w melarang perbuatan ganjil ini.
1. Perbuatan tersebut Nampak bodoh.
2. Menyusahkan ketika berjaln.
3. Langkah menjadi tidak seimbang dan boleh menyebabkan tergelincir dan cedera.
4. Kadangkala Rasullah s.a.w berjalan ‘berkaki ayam’ tatkala pergi beribadat.
5. Bentuk dua jalur tali itu ialah satunya mempunyai jalur tali di antara tumit dengan jari yang satu lagi di antara tengah-tengah capal dengan jari.

Anjuran yang dinyatakan dalam hadis ini patutlah dijadikan sebagai suatu kebiasaan. Benarlah tidak menjadi apa-apa sekiranya seseorang itu memakai sebelah capal atau kasut. Perkara yang penting ialah jangan ada buruk laku atau tidak bertamadun didalam setiap perbuatan. Segala-galanya hendaklah dilakukan menurut tertib dan kaedah.






Inilah yang menjadi alas an kepada ulama-ulama melarang memakai sebelah lengan baju sahaja ataupun sebelah sarung kaki, sama ada dipakai kedua-dua belah lengan baju atau sarung kaki atau tanggalkan kedua-duanya.

Makruh memulakan dengan sebelah kaki sebelah kiri
Diriwatkan daripada Jabir r.a bahwa Rasullah s.a.w telah melarang makan dengan tangan kiri dan menyarung capal dengan memulakan kaki kiri. Dengan sebab perintaah inilah maka memakan dengan tangan kiri dan mula memakai sesuatu daripada sebelah kairi merupakan perbuatan yang dibenci [makruh].

Mulakan memakai kasut dengan kaki kanan dan menanggalkannya dengan kaki kiri
“Rasulullah s.a.w telah bersabda: “Apabila seseorang mahu memakai kasut, mulakan dengan kaki kanan dan apabila mahu menanggalkan kasut lakukanlah dengan kaki kiri . Jadi ketika kaki kanan didahulukan sedangkan apabila menanggalkannya didahulukan kaki kiri.”



Tertibnya ialah apa saja yang mahu dipakai untuk perhiasan adalah mustajab [dipuji] memulakannya daripada sebelah kanan, jadi memakai seluar , kain, baju, kot, baju panas dan sebagainya dahuluikan yang kanan.

Jabis meriwatkan:
“Sesungguhnya Nabi s.a.w melarang seseorangjuapun makan dengan tangan kiri dan berjalan dengan sebelah capal.”
Ketika keluar masjid adalah mustajab keluar mendahulukan kaki kiri. Letakkan kaki kiri di atas capal [kasut] kemudian langkah kaki kanan terus sarung kekasut kanan. Sarungkan kaki kiri ke kasut kiri.

‘Aisyah r.a meriwatkan bahwa: “Rasulullah s.a.w seboleh-bolehnya memulakan sesuatu dari sebelah kanan, menyikat, memakai kasut, berwuduk, dan hampir-hampir di dalam semua perkara .”

Daripada ungkapan “seboleh-bolehnya” menggambarkan bahwa jika seseorang itu memulakan memakai dengan kaki kiri disebabkjan sesuatu kecatatan atau alas an , tidaklah mendatangkan apa –apa akibat.

Amalan yang mustajap ialah tatkala menanggalkan kasut atau capal hendaklah dimulakan dengan kaki kanan.

Bentuk capal Rasulullah s.a.w bertali dua kulit
Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa: “Capal Rasulullah s.a.w mempunyai dua tali kulit. Beginilah ju ga capal yang di pakai oleh Saiyidina Abu Bakar dan Umar r.a . Capal yang bertali satu telah dimulakan oleh Saiyidina Usman r.a.”

Penjelasan:
1. Perbuatan Saiyidina Usman r.a adalah di atas alasan supaya orang ramai tidak memikirkan hanya perlu memakai capal bertali dua sahaja
2. Bagi ni'al ada disebut di dalam kitab Lam e al durari. Terdapat juga perbezaan di antara ni'al Arab dan ni'al India. Di Arab ni'al membawa maksud capal sedangkan di india ia bermaksud kasut.

Capal bertali satu bukanlah makruh. Pada zaman tersebut lazimnya capal bertali dua, maka sebab itu Rasulullah s.a.w. juga memakai capal bertali dua.


Ni'al al-Musthofa s.a.w. 1
 
Sandal/Capal Junjungan menjadi simbol kepada para pencinta baginda bahawasanya segala tindak-tanduk, amal-perbuatan, bahkan apa saja hendaklah sentiasa atas jalan dan di bawah qadam Junjungan s.a.w. agar tidak tersimpang perjalanan menuju keredhaan Allah. Kemuliaan Junjungan tiada tara, sehingga Junjungan tidak diperkenankan Rabbul 'Izzah untuk menanggalkan sandal baginda sehingga pertemuan di tempat pertemuan "qaba qawsaini aw adna" sandal masih berada di tapak kaki Junjungan. Sehebat-hebat mahkota para raja dan pemerintah tidak dapat melawan kemuliaan yang telah dicapai oleh sandal Junjungan s.a.w. Alfu alfi sholaatin wa alfu alfi salaamin 'alaika Ya Shohiban Na'lain. (Gambar sekadar hiasan)
Ni'al al-Musthofa s.a.w. 2

Lakaran Ni`al al-Mustafa s.a.w. yang dinisbahkan kepada Imam Ahmad Redha Khan Barelwi dan ditulis padanya bait-bait syair dalam bahasa Urdu yang menyanjung Junjungan al-Mustafa s.a.w. Syaikhul Hadits Maulana Zakaria al-Kandahlawi dalam catatannya untuk kitab "Syamail at-Tirmidzi" menyatakan:- "Gambar lakaran capal dan kelebihan serta keberkatannya telah diberikan dengan begitu terperinci di dalam kitab "Zadus Sa`id" karangan Maulana Asyraf 'Ali Thanwi (rahmatullah 'alaihi). Khasiatnya tidak putus-putus. Alim tersebut telah mengalaminya beberapa kali. Beliau berkata dengan menyimpan sebuah gambar lakaran capal ini seseorang itu akan diberkati dengan ziarah bertemu Rasulullah, akan dilepasi daripada ancaman kuku besi penzalim, mencapai kemasyhuran dan berjaya di dalam segala cita-cita melalui tawassul capal ini. " Moga kita juga dapat memperolehi keberkatan ini, jika belum, bersabarlah mungkin belum ada rezeki, mungkin kecintaan belum benar-benar tulus, mungkin kekotoran jiwa belum memungkinkan pertemuan dengan sebersih-bersih dan sebaik-baik makhluk. Nartaji minkas syafa`ah, Ya RasulAllah.
Ni`al al-Musthofa s.a.w. 3

Malam 27 Rajab, umat sibuk memperingati Isra` dan Mi'raj Junjungan. Kemuliaan Junjungan terlalu amat sehingga apa sahaja bersama Junjungan turut menjadi mulia, seperti diisyaratkan oleh ayat "al-ladzi baarakNaa haulahu" (yang Kami, yakni Allah, berkati sekitarnya"), jika ayat tersebut menceritakan keberkatan Masjidil Aqsa, maka Junjungan s.a.w. ini kemuliaannya keberkatannya keagungannya melebihi segala selain Allah s.w.t., fikirkanlah wahai saudara lalu jadikanlah dirimu berada dalam daairah sekitar Junjungan s.a.w. dan sekitar pewaris dan khalifah Junjungan. Kemuliaan Junjungan tertumpah sehingga ke ni`alnya yang dibawa bersama menghadap Rabbul Jalil sehingga lakaran ni`al tersebut yang dilakar demi kecintaan kepada tuan empunyanya mengandungi keberkatan dan rahsia yang sukar diungkapkan. Lakaran ni`al Junjungan Nabi s.a.w. mempunyai rahsia dan keistimewaan di kalangan sebahagian ulama sehingga ianya dijadikan simbol bagi Usrah Dandarawi (iaitu pengamal Thoriqat Ahmadiyyah Rasyidiyyah Dandarawiyyah) di Mesir. Antara kelebihannya ialah seperti diceritakan oleh Imam al-Qasthaalani dalam kitabnya "al-Mawaahibul Laduniyyah" juz ke-2 mukasurat 174:-

Dan di antara kelebihannya yang telah dicuba manfaat dan keberkatannya ialah apa yang dikisahkan oleh seorang syaikh yang sholeh, Abu Ja'far Ahmad bin Abdul Majid:- "Aku telah membuat mitsal ni`al ini untuk seorang muridku, maka dia telah berjumpa denganku pada suatu hari dan berkata:- "Kelmarin aku telah melihat keberkatan ni`al ini yang ajaib. Isteriku telah ditimpa sakit yang berat sehingga hampir-hampir binasa, maka aku letakkan mitsal ni`al tersebut pada tempat sakitnya dan berdoa "ALLAHUMMA ARINIY BARAKATA SHOHIBI HADZAN-NA'LI" ( Ya Allah, tunjukkanlah aku keberkatan tuan empunya ni`al ini, yakni Junjungan Nabi s.a.w.), lalu dia disembuhkan Allah pada waktu itu juga.

Telah berkata Abu Ishaq:-"Telah berkata Abul Qaasim bin Muhammad:-"Di antara yang telah mujarrab keberkatannya ialah sesiapa yang membawanya bersama dengan niat untuk mengambil berkat, jadilah dia selamat daripada kejahatan penjahat, memperolehi kemenangan ke atas musuh dan mendapat penjagaan daripada syaitan yang jahat serta dipelihara daripada kedengkian orang-orang yang hasad. Dan jika dibawa oleh orang perempuan hamil yang sedang sakit hendak bersalin pada sebelah kanannya, nescaya dipermudahkan urusannya tersebut dengan pertolongan dan kekuatan Allah."

Saudara, inilah antara penyaksian ulama kita berhubung lakaran ni`al al-Musthofa s.a.w. Percaya atau tidak terpulanglah, "al-madad fil masyhad fil I'tiqaad nailul murad" ("Bantuan/ Sokongan sekadar penyaksian dan dalam pegangan teguh tercapainya tujuan"). Untuk pengetahuan, Imam al-Qasthaalani adalah seorang ulama terbilang, pemuka ilmu hadits dan fiqh mazhab Syafi`i. Antara gurunya ialah Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari dan as-Sakhawi. Banyak mengarang kitab antara yang masyhur ialah "Irsyadus Sari fi syarhi Shohihil Bukhari" merupakan syarah Shohih Bukhari dalam 10 jilid besar dan "al-Is`aad fi talkhis al-Irsyad" merupakan furu' feqah Syafi`i. Maka terpulanglah. Alfu Alfi Sholaatin Wa Alfu Alfi Salaamin 'Alaika, Ya Shohibal-Mi'raaj. Alfu Alfi Sholaatin Wa Alfu Alfi Salaamin 'Alaika, Ya Shohiban-Na'lain. (Jutaan sholawat dan salam untukmu Wahai Tuan Empunya Mi'raaj; Jutaan sholawat dan salam untukmu Wahai Tuan Empunya Dua Ni`al).

Ni`al al-Musthofa s.a.w. 4

Rupa bentuk lakaran ni`al yang tercatat dalam kitab "Jawahirul Bihar" karangan Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani.

Menurut Kiyai Haji Abdul Jalil Bakri, Mudir Pesantren Darut Tauhid, Brongkal, Pagelaran, Malang, Jawa Timur, sebahagian ulama menyatakan bahawa antara kelebihan timtsal / lakaran / gambaran / mitsal ni`al Junjungan s.a.w. adalah:-

1. Apabila timtsal ni`al ini disimpan dalam rumah, maka rumah tersebut selalu mendapat perlindungan Allah dari berbagai marabahaya seperti kebakaran, kecurian dan sebagainya, serta penghuni-penghuni rumah tersebut akan memperolehi rahmat, barakah, keamanan, selama di rumah tersebut tiada suatu apapun yang menjadi pantangan masuk malaikat rahmat ke dalamnya.
2. Apabila timtsal ini dibawa berpergian, maka perjalanannya diberkati dengan keamanan dan selamat serta berhasil.

3. Apabila timtsal ini ditaruh di badan orang sakit, maka insya-Allah cepat disembuhkan Allah dengan keberkatan Sayyidina Empunya Ni`al.

Sandal Junjungan Mahkota Kemegahan

Ulama membuat lakaran atau imej sandal Junjungan s.a.w. demi kecintaan kepada Junjungan s.a.w. sehingga merasakan sandal di telapak kaki Junjungan s.a.w. lebih mulia dan lebih bertuah daripada diri mereka. Hal ini amat payah untuk difahami oleh orang - orang yang tidak mengenal cinta dan orang yang tidak pernah mengecap fana-ur-rasul. Perhatian diberikan hatta ke sandal Kekasih s.a.w. bukan kerana sandal tetapi kerana yang empunyanya. Tulusnya cinta pada Sang Kekasih telah menyebabkan keberkatan. Berbagai ulama telah mengarang berbagai kitab mengenai lakaran sandal atau ni`al al-Mustafa s.a.w. ini. Antaranya Sheikh Yusuf an Nabhani dan telah menulis bait-bait syair mengenai Na'li Rasulullah SAW, iaitu :



 على رأس هذا الكون نعل محمد *** علت فجميع الخلق تحت ظلاله
لدى الطور موسى نودي اخلع وأحمد *** على القرب لم يؤمر بخلع نعاله
مثال حكى نعلاً لأشرف مرسل *** تمنت مقام الترب منه الفراقد
ضرائرها السبع السموات كلها *** غيارى وتيجان الملوك حواسد
مثال لنعل المصطفى ما له مثل *** لروحي به راح لعيني به كحل
فأكرم به تمثال نعل كريمة *** لها كل رأس ود لو أنه رجل
ولما رأيت الدهر قد حارب الورى *** جعلت لنفسي نعل سيده حصناً
تحصنت منه في بديع مثالها *** بسور منيع نلت في ظله الأمنا
إني خدمت مثال نعل المصطفى *** لأعيش في الدارين تحت ظلالها
سعد ابن مسعود بخدمة نعله *** وأنا السعيد بخدمتي لمثالها

 Terjemahannya :
"Alas kaki Muhammad s.a.w itu agung di atas kepala alam semesta, dan segenap makhluk itu berada dibawah bayang-bayangnya.
Ketika di bukit Tursina Musa a.s diperintah supaya menanggalkan (alas kakinya), tetapi Muhammad s.a.w biarpun berada pada jarak yang lebih dekat (dengan Allah) tidak diminta supaya ditanggalkan sandalnya.
Lambang yang meniru sandal asli Sang rasul yang paling mulia itu membuatkan bintang-bintang berangan-angan menjadi tanah untuk dipijak olehnya.
Madu-madunya, tujuh petala langit semuanya cemburu, dan mahkota-mahkota raja semuanya merasa hasad padanya.
Lambang sandal Al-Mustafa itu tiada bandingannya, ia adalah kerehatan bagi ruhku dan celak (ubat) bagi mataku.
Sangatlah mulia lambang sandal yang agung ini! Kerananya, semua kepala berharap alangkah baiknya jikalau dapat menjadi kaki (Baginda s.a.w).
Apabila aku melihat Allah (Ad-Dahr) mula memerangi manusia (kerana maksiat mereka) aku menjadikan alas kaki tuannya sebagai perisai.
Aku berlindung daripadaNya (kemarahan Allah) dengan keagungan lambang alas kaki Baginda s.a.w, sebagai tembok yang kukuh dimana aku berasa aman dibawa perlindungannya.
Aku berkhidmat pada lambang sandal Al-Mustafa, supaya dapat aku hidup di dunia dan akhirat dibawah bayang-bayangnya.
Berbahagianya Ibn mas'ud kerana khidmatnya pada sandal Baginda (Yang sebenar), dan aku, adalah si dia yang berbahagia kerana khidmatku pada lambangnya.
Sesungguhnya bukanlah pada lambang itu hatiku merindu, tetapi pada si dia yang memakai sandal itu.
Kita direndahkan oleh cinta kerana memuliakan sandal ini, dan bilamana kita merendahkan diri dihadapanya kita akan diangkat dan dimuliakan!
Maka letakkanlah ia di rak-rak teratas, Kerana secara zahir ia adalah sandal, namun pada hakikatnya ia adalah mahkota!"
-Al-Qadi As-Shaykh Yusuf al-Nabhani-

Begitu juga dengan Sheikh Muhammad Fuad bin Kamaluddin al Maliki, seorang tokoh ulama di Malaysia, beliau mempunyai pelbagai pusat pengajian dan dakwah, kebanyakkan daripada logo yang digunakan oleh pusat Ahli Sunnah wal Jamaah tersebut berkisar kepada simbol Khatam Nubuwwah dan Na’lu Mustafa SAW sebagai tabarrukan kepada kedua-duanya.




Sehinggakan sebahagia bagunan kolej diukir lambang dan simbol tersebut.  Pintu tersebut direka khas berbentuk capal Nabi Muhammad SAW seperti gambar dibawah :



Begitulah sifat para a'lim ulama yang begitu tinggi mahabbah mereka kepada Tuan Punya Capal SAW.  Akhirnya semoga kita mendapat keberkatan daripada Nabi Muhammad SAW dan perbanyakkanlah selawat kita kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarga serta sahabat Baginda SAW. Moga kita di kumpulkan di akhirat kelak dibawah panji Nabi Muhammad SAW. Ameen ya Rabbal 'Alamin... 


Wallahu Taala A'lam... 


 Rujukan : diolah beberapa entri dan kebanyakkannya diambil daripada laman Bahhrusshofa :  http://bahrusshofa.blogspot.com/search/label/Ni%60al dan beberapa laman yang tidak disebutkan disini.

 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Makluman Kepada Para Pengunjung :

Sekiranya terdapat apa-apa kesalahan perkataan dan fakta di dalam artikel blog ini, dan terdapat mana-mana artikel saya yang menyinggung perasaan anda, maka saya terlebih dahulu memohon maaf di atas perkara tersebut.

Anda boleh memberi komen yang membina, teguran yang berhemah dan cadangan atau pendapat yang bernas terhadap mana-mana artikel di dalam blog ini.

Sebarang kata-kata kesat, menyimpang, lucah dan kata-kata yang bagi pendapat saya boleh menjatuhkan nama baik Islam akan di ban/delete dan tidak akan dilayan sama sekali.

Anda boleh menghantar artikel-artikel anda, iklan-iklan serta jaringan blog anda untuk di siarkan di dalam blog ini, dengan syarat ianya akan ditapis terlebih dahulu oleh admin blog ini.

Sebarang masalah atau apa-apa yang berkenaan diatas boleh dihantar terus ke email admin iaitu :
firdaus_hadi90@yahoo.com

atau boleh melayari facebook admin di bawah :




Ikhwani Fillah

Al Lauhah Ar Raie'ah

Lalu Lintas Pengunjung

Jumlah Bukaan